Wednesday, May 2, 2012

Di Ujung Pelangi

#31HariMenulis - Day 2 - 2 Mei 2012


gambar: Getty Images

Pernahkah kamu berangan-angan ada apa di ujung pelangi yang muncul sehabis hujan? Atau mungkinkah kamu menemukan ujung pelangi?
Angan-angan yang sama pernah muncul di benak seekor anak beruang bernama Wobbi. Wobbi adalah anak beruang yang mulai beranjak dewasa, tapi masih sangat dimanja oleh orang tuanya. Bukannya senang dimanja, Wobbi justru merasa sedih karena perlakuan orang tuanya itu membatasi dirinya untuk pergi berpetualang. Jangankan berpetualang, untuk bermain bersama teman-teman dan mengambil madu di atas pohon saja dia tidak diperbolehkan.

Kedua orang tua Wobbi selalu menjaga Wobbi dengan berlebihan karena sewaktu kecil dia pernah terkena jebakan kaki yang dipasang oleh pemburu hewan. Sejak itu, kaki Wobbi kecil pincang sebelah. Dulu Wobbi kecil sering sedih dan mengeluh karena kakinya cacat, namun lama kelamaan Wobbi bisa menerima kenyataan tersebut dan berusaha untuk melakukan hal normal seperti beruang lainnya. Tapi, orang tuanya tidak pernah memberinya kesempatan untuk membuktikan bahwa dia bisa.

Suatu hari, Wobbi benar-benar ingin membuktikan kepada orang tuanya bahwa dia sudah besar dan bisa menjaga diri sendiri. Wobbi bahkan berkata bahwa dia pasti bisa membawa pulang harta di ujung pelangi, legenda yang diceritakan turun temurun oleh seluruh penghuni hutan. Di hutan itu terdapat pelangi abadi yang berawal dari puncak air terjun dan berakhir entah di mana. Kata legenda, di ujung lain pelangi itulah terdapat harta berupa sepeti penuh emas.

Setelah semalaman membujuk ayah dan ibunya, Wobbi berangkat pagi-pagi dengan sekarung perbekalan yang disiapkan ibunya. Meskipun sedih melepas kepergian anaknya, orang tua Wobbi ingin memberikan kesempatan kepada Wobbi. Sebelum meninggalkan rumah, kedua orangtuanya berpesan agar dia berhati-hati selama perjalanan.

Pagi itu Wobbi memulai perjalanan dari air terjun di dekat rumahnya. Dia melihat ke atas lalu mengarahkan pandangannya ke ujung lain pelangi. Dari situ, dia memulai langkahnya tertatih-tatih, namun tetap penuh semangat. Sebentar-sebentar dia melihat ke atas untuk memastikan dia berjalan pada jalur di bawah pelangi.

Mendekati tengah hari, jalan yang dia lalui masih cukup mudah untuknya. Namun karena matahari mulai terasa sangat terik, dia memutuskan untuk berteduh di bawah pohon kenari besar sambil menikmati bekalnya. Wobbi bersandar di batang pohon kenari dan mulai mengigit roti lapis selai madu buatan ibunya. Selesai makan dia tertidur di tempat itu. Baru saja terlelap, samar-samar dia mendengar suara ribut yang mengusik tidurnya.

Wobbi terbangun dan mencari-cari sumber suara kecil itu. Dia mengarahkan pandangan di sekitarnya namun tak bisa menemukan apa pun yang bersuara, sampai dia mendongak dan melihat dua tupai nakal sedang menarik karung berisi perbekalan Wobbi. Wobbi pun marah dan segera melompat untuk menarik kembali karungnya ke bawah. Namun saying dia gagal dan malah terjatuh ke tanah. Wobbi kesakitan. Melihat itu, tupai-tupai nakal terkikit dan segera memanjat ke sarangnya, meninggalkan Wobbi sendirian di bawah. Wobbi mencoba memanjat pohon itu namun tidak berhasil karena kakinya masih terasa sakit akibat terjatuh tadi. Akhirnya, karena tidak mau membuang waktu, Wobbi memutuskan untuk melanjutkan perjalanan sambil mengumpulkan makanan yang ia temui di jalan.

Wobbi terus berjalan mengikuti jalur pelangi di atasnya sambil mengumpulkan buah berry. Sebentar lagi dia sampai di titik tengah pelangi. Kata legenda, di sana ada jurang lebar yang licin dan penuh makhluk buas di bawahnya. Wobbi terus berjalan sambil memikirkan cara melewati jurang itu tanpa tali, karena tali yang telah dia siapkan berada di dalam karung yang dicuri tupai nakal.
Saat sedang sibuk dengan pikirannya, Wobbi tiba-tiba menginjak sesuatu yang licin dan tergelincir. Dia terus merosot turun tanpa bisa menghentikan tubuhnya, sampai kakinya membentur batu keras dan dia berhasil berdiri di atas batu itu. Wobbi masih gemetaran dan tak berani bergerak, hanya berdiri kaku. Dia melihat ke sekitar, hanya terlihat kabut tebal di mana-mana, karena dia telah terpeleset masuk ke tebing jurang.

Tubuh Wobbi lemas dan dia merasa tubuhnya bergoyang-goyang maju mundur seperti mau pingsan. Wobbi mengatur nafasnya, tapi tubuhnya tetap mengayun ke depan ke belakang. Wobbi mengatur keseimbangannya agar tidak terjatuh, dia berusaha menggapai tepian tebing untuk berpegangan, tapi dia tak menemukan tepian tebing lagi di dekatnya. Wobbi berjongkok untuk berpegangan pada batu tempat dia berpijak. Betapa kagetnya Wobbi saat mendapati ternyata itu bukan batu! Ternyata Wobbi berdiri di atas kepala burung gagak raksasa!
Gagak itu mulai mengepakkan sayapnya dan bersiap untuk terbang. Wobbi dengan segera memegang erat bulu mata si gagak. Si Gagak kaget dan berteriak.

“Hei! Siapa itu?” tanya si Gagak kaget.

“Aku.. Aku Wobbi, beruang kecil yang sedang berpetualang.” Jawab Wobbi ketakutan.

“Hmm.. beruang kecil? Sepertinya lezat!” seringai si Gagak.

“Aku mohon jangan makan aku. Aku sedang mencari harta di ujung pelangi, kalau kau mau membawaku ke sana, aku akan membaginya denganmu.” Pinta Wobbi.

“Hahahahaha harta di ujung pelangi? Itu cuma cerita bohong anak muda!” cemooh si Gagak.

“Kalau kau tak percaya, kenapa tidak kita buktikan bersama? Ayo terbang dan bawa aku ke sana. Jika aku benar, kau harus mengantarku pulang ke rumah dengan harta-harta itu. Kalau aku salah dan kita tidak mendapatkan apa-apa, aku akan mencarikan sekeranjang besar ikan untuk kau makan.” Tantang Wobby.

“Hmm.. baiklah, tak ada ruginya. Tapi kalau kau benar, kau akan tetap membagi hartanya denganku kan? Aku sangat suka benda berkilau.” kata si Gagak.

“Tentu saja, Wobbi tidak pernah mengingkari janji! Sebaiknya kau juga tidak mengingkari janjimu.” Kata Wobbi.

Mereka berdua pun melanjutkan perjalanan hingga ke ujung pelangi. Perjalanan itu terasa singkat karena ditempuh dengan terbang bersama gagak raksasa. Namun Wobbi sungguh kecewa melihat ujung pelangi berakhir di sebuah rumah tua reyot.

“Kau pikir di situ ada harta karun?” Tanya si Gagak ragu.

“Aku tidak tahu, mungkin harus digali.” Jawab Wobbi sambil turun dari atas kepala si Gagak yang telah mendarat.

Wobbi berjalan mendekati pintu rumah itu dan mengetuknya. Setelah beberapa ketukan, keluarlah seekor kelinci yang Nampak kusut dan kumal. Warna bulunya kusam, bukan putih menawan.

“Hai, aku Wobbi, beruang kecil yang sedang berpetualang. Aku mencari harta di ujung pelangi.” Kata Wobbi ramah.

“Harta di ujung pelangi? Di sini? Di rumahku?” jawab Kelinci bingung.

“Iya, kau tak pernah mendengar legenda itu?” Tanya Wobbi.

Kelinci menggeleng.

“Bolehkah aku menggali di bawah rumahmu?” Tanya Wobbi.

“Tentu saja, lagipula sudah banyak terowongan di bawah sana. Aku sendiri yang menggalinya. Mau aku bantu?” kata Kelinci ramah.

Beruang tersenyum senang dan mulai menggali bersama Kelinci. Berjam-jam mereka menggali tapi belum menemukan apapun juga hingga malam datang. Si Gagak sudah merengek kelaparan dan menagih janji Wobbi untuk memberikannya sekeranjang besar ikan. Wobbi pun menyerah.

“Baiklah, aku salah. Bawa aku ke sungai terdekat, aku akan mencarikan banyak ikan.” Kata Wobby pada si Gagak.

“Tunggu, bagaimana kalau kita tinggal harus menggali sedikit lagi? Kenapa kau sudah menyerah?” kata Kelinci.

Mendengar kata-kata Kelinci, Wobbi membujuk si Gagak untuk bersabar sebentar lagi. Dia dan Kelinci pun meneruskan menggali tanpa kenal lelah, sampai tangan Wobbi mencakar sesuatu yang keras dan terbuat dari kayu. Wobbi dan Kelinci menggali bagian itu lebih dalam dan menemukan sebuah peti. Mereka mengeluarkan peti itu dan membukanya. Mereka berteriak girang saat tahu isinya adalah kepingan emas yang sangat berharga. Berharga untuk membangun rumah yang lebih bagus untuk Kelinci, dan berharga untuk Wobbi sebagai bukti bahwa dia benar dan mampu.

Semua harta di dalam peti mereka bagi tiga dengan adil. Setelah itu, Si Gagak mengantarkan Wobbi pulang sesuai dengan janjinya. Wobbi pulang dengan selamat dengan membawa sekarung emas, membuat orang tuanya bangga dan terharu. Sejak pembuktian itu, orang tua Wobbi tidak lagi mengekangnya dengan perhatian-perhatian yang berlebihan. Kini Wobbi merasa dia bisa mulai beranjak dewasa seperti teman-temannya.


***
Dongeng ini adalah karya asli Damar Wijayanti yang bisa digunakan atau disebarkan dengan mencantumkan nama penulis dan link blog ini. Terima kasih karena telah menghargai karya dan hak cipta penulis.

2 comments: