Friday, May 11, 2012

Bermain ke Negeri Ajaib

Gambar: Getty Images

Di sebuah desa di mana banyak anak-anak yang tinggal bersama orang tuanya di sana, tinggal pula dua gadis cilik bersaudari di sana. Namun, berbeda dengan anak-anak lain yang memiliki orang tua yang memiliki cukup banyak emas untuk membelikan mainan-mainan dari kota, kedua kakak beradik ini harus berpuas diri dengan bermain dengan mainan-mainan kayu usang yang bertahun-tahun lalu dibuatkan oleh ayahnya.

Pernah suatu kali, si adik ingin bermain dengan teman-teman sebayanya. Namun sayang, saat tiba di rumah salah satu temannya, dia tidak bisa ikut bermain karena semua teman-temannya bermain menggunakan mainan baru dari kota. Permainan itu mengharuskan semua anggota memiliki alat bermain yang harus dibeli di kota. Si adik pun terpaksa pulang dan batal bermain bersama.

Sesampai di rumah, dia menangis. Dia mengadu kepada orang tuanya, meminta untuk dibelikan alat permaian tersebut. Namun, orang tuanya tidak memiliki cukup banyak uang emas untuk membelikannya. Sang kakak yang mendengar rengekan adiknya kemudian mendekati si adik. Dia menenangkan si adik agar berhenti menangis dan mengajaknya bermain di belakang rumah.

“Lihat, kita tidak harus memiliki alat permainan dari kota untuk bisa bermain dengan gembira. Kita punya kebun bunga dan padang rumput kecil di belakang rumah.” Kata kakak.

“Tapi apa yang asyik di sini? Apa yang bisa kita mainkan?” Tanya adik.

“Ayo ikut aku, aku punya rahasia!” kata kakak sambil menggandeng tangan adiknya.

Mereka berjalan ke bawah pohon yang rindang di belakang rumahnya. Di sana terdapat sebongkah akar pohon tua yang telah mati. Akar itu bisa ditunggangi dan digoyang ke depan dan ke belakang seperti mainan kuda kayu.

“Ini adalah akar pohon ajaib! Ayo kita naik dan lihat kemana dia akan membawa kita pergi.” Kata kakak.

Adik agak tidak percaya tapi akhirnya mengikuti kakaknya karena dia juga penasaran. Setelah keduanya duduk di atas akar pohon itu, kakak mulai menggoyangkannya ke depan dan ke belakang. Mereka pun bergerak-gerak dan merasa seperti sedang menunggang mainan kuda kayu. Si adik mulai senang, namun lama kelamaan dia merasa bosan.

“Kenapa akar ajaib ini tidak membawa kita pergi seperti katamu?” Tanya si adik.

“Mungkin karena kau tidak membayangkannya. Aku dulu sering bermain di sini dan akar ajaib membawaku terbang ke dunia ajaib. Di sana banyak sekali mainan seru.” Jelas kakak.

“Apa yang kau lakukan waktu itu?” Tanya adik.

“Aku memejamkan mata dan membayangkan hal-hal yang menyenangkan seperti naik karosel.” Jawab kakak. Adik pun mengangguk dan mengikuti kata-kata kakak.

Sesaat kemudian, Adik merasa angin berhembus di wajahnya. Dia merasa kakinya terangkat dari tanah. Akar ajaib yang dia naiki berubah menjadi Unicorn kayu yang hidup dan membawa mereka terbang tinggi menembus awan. Seperti kata kakaknya, dia tadi membayangkan menyenangkannya naik karosel. Dan saat membuka mata, dia melihat ada karosel di atas awan!

“Bisakah kita turun dan bermain di taman bermain ajaib ini?” Tanya adik.

“Tentu saja bisa! Ayo kita bersenang-senang!” ajak kakak.

Mereka turun dari punggung Unicorn dan berlari ke arah karosel. Mereka merasakan lembut dan lembabnya awan di kaki mereka, seperti merasakan rumput yang baru tumbuh di pagi hari di musim semi. Mereka menaiki karosel dan berputar-putar senang. Setelah itu, mereka pun mencoba permainan lain sampai puas dan kembali menunggangi Unicorn saat mereka merasa kelelahan.
Kakak mengajak adiknya pulang untuk beristirahat dan berjanji akan menemaninya lagi untuk bermain ke negeri ajaib esok hari. Setelah kembali ke belakang rumah, mereka berjalan bergandengan masuk ke dalam rumah dengan perasaan gembira. Adik merasa sangat senang dan tidak pernah bersedih lagi karena sebelum dia pulang, dia sempat mengantongi tiket untuk kembali menuju negeri ajaib, yaitu sekantong penuh imajinasi :)

***
Dongeng ini adalah karya asli Damar Wijayanti yang bisa digunakan atau disebarkan dengan mencantumkan nama penulis dan link blog ini. Terima kasih karena telah menghargai karya dan hak cipta penulis.

No comments:

Post a Comment