Saturday, May 19, 2012

Happily Never After Story (Requested)

Selama seminggu kemarin saya sempet berbagi dongeng-dongeng saya kepada teman-teman kantor sebelum saya posting untuk #31HariMenulis. Komentar mereka adalah: Kenapa sih selalu Happy Ending?

Saya pun menjawab, karena dongeng saya ini untuk anak-anak. Setelah mereka maklum dengan jawaban saya, mereka request sekali-sekali ada yang ga happy ending dong dongengnya. Bahkan salah satu dongeng saya ada yang di twist menjadi sebuah black comedy. Mau tau? Ini Dia (bagian yang di twist saya tulis dengan font italic):

Naga yang Benar-Benar Kesepian

Di Negeri Naga yang terletak di kepulauan berisi ratusan gunung berapi, pernah lahir seekor anak naga yang berbeda dari naga-naga lain. Meskipun sama-sama memiliki sayap untuk terbang dan berekor panjang, namun anak naga ini tidak bisa menyemburkan api dari mulutnya. Padahal mengeluarkan api adalah salah satu senjata hidup bagi naga untuk bertempur.

Menjelang remaja, dimana naga-naga lain sudah mahir menyemburkan api dan bersiap-siap mengikuti ujian masuk anggota tempur, anak naga ini masih sibuk belajar menyemburkan api bersama balita-balita naga yang lain. Perkembangan paling bagus yang berhasil dia capai adalah bersin api berkekuatan kecil. Meskipun dianggap lucu dan diolok-olok balita-balita naga di kelasnya, dia merasa bangga karena berhasil mengeluarkan api dari tubuhnya, meskipun kecil.

Diperayaan gerhana bulan tahunan, para naga menggelar festival api untuk menggantikan cahaya bulan yang hilang. Semua naga saling beradu menyemburkan api ke udara diiringi tarian-tarian khas naga yang indah. Semburan api tak boleh terhenti sehingga selama gerhana bulan berlangsung, negeri naga akan tetap terang benderang, menandakan peruntungan yang baik selama setahun ke depan untuk negeri itu.

Si anak naga pun seperti tahun-tahun sebelumnya ikut menonton festival ini. Namun, karena dia merasa sudah bisa mengeluarkan api kecil, dia ingin ikut menyemburkan api bersama naga-naga lain. Dia pun bergabung di arena dan memutuskan untuk menghembuskan nafas apinya sekuat tenaga agar api yang keluar lebih besar dari hasil latihannya. Dia menghitung di dalam hati, satu.. dua.. tiga..

Puuuuuuuuuuf!

Seketika semua semburan api dari naga-naga lain padam. Semua naga panik, ibu-ibu naga dan bayi-bayinya histeris. Belum pernah ada kejadian seluruh api padam di saat festival bulan purnama. Hal ini dianggap akan membawa sial kepada negeri naga selama setahun penuh, dan hal itu dianggap sebagai kesalahan si anak naga yang bukannya menghembuskan api tapi justru angin kencang yang memadamkan semua api dari naga-naga lain.

Atas dorongan naga-naga di seluruh negeri, tetua naga yang merupakan ayah si anak naga sendiri terpaksa mengusir anak naga itu dari negerinya. Meskipun berat dan sangat sedih, sang ayah berpesan kepada anak naga untuk tidak berputus asa. Dia juga berpesan agar si anak naga tidak perlu khawatir karena disuatu tempat pasti kemampuan khususnya akan dibutuhkan.

Anak naga dengan sedih meninggalkan negerinya dan mulai berkelana. Dia terus terbang sampai merasa sangat lapar namun dia tak punya semburan api untuk berburu binatang di hutan. Akhirnya dia hanya melewati hutan di bawahnya dengan perut keroncongan. Dia merasa sangat sedih dan kesepian. Hari demi hari, siang dan malam dia habiskan dengan berkelana sendirian.

Sampai suatu saat dia melewati sebuah negeri di tengah lautan. Saat terbang di atas negeri itu, si anak naga melihat banyak penduduk duduk termenung dan sedih di depan ladangnya. Karena merasa kasihan, dia pun mendarat perlahan di negeri itu. Awalnya, sekelompok petani di sana kaget dan ketakutan dan langsung mengambil senjata dan diacungkan ke arah anak naga. Anak naga mundur dan dengan lembut berbicara kepada petani-petani itu.

“Tolong jangan sakiti aku. Aku hanya ingin menanyakan kenapa kalian begitu bersedih?” tanya anak naga.

“Sudah berhari-hari tidak ada angin yang melewati negeri kami. Padahal kami sangat membutuhkan angin untuk memutar kincir-kincir raksasa di lahan kami. Dari kincir itu kami bisa memompa air, bertani, dan mendapatkan makanan untuk kami dan ternak-ternak kami.” Jelas salah seorang petani.

“Jadi kalian membutuhkan angin?” tanya anak naga dengan mata berbinar. Petani-petani itu mengangguk bingung.

"Jangan khawatir, aku adalah ahlinya menghembuskan angin. Setelah apa yang kulakukan ini, kalian akan berterimakasih kepadaku dan akan menyebut-nyubutku sebagai Naga Angin yang hebat. kata si anak naga dengan sombongnya.


Si anak naga pun mengambil nafas panjang dan menghembuskannya dengan kencang ke arah kincir - kincir angin raksasa di negeri itu. Namun betapa kagetnya si anak naga dan para petani di sana, karena si anak naga justru mengeluarkan semburan api besar yang dengan segera membakar dan merusak seluruh kincir angin di negeri itu.

Warga pun geram dan melembarkan batu dan tombak ke arah si anak naga untuk mengusirnya. Dengan ketakutan, si anak naga segera terbang tanpa sempat meminta maaf. Dia pun kembali berkelana sendirian karena dia tak mungkin kembali ke nergeri naga meskipun dia sudah bisa menyemburkan api, karena sekali diusir dari negeri itu, seekor naga tidak akan pernah diterima kembali. Akhirnya si naga ini tetap terbang sendirian tak tentu arah, dan menjadi naga yang kesepian untuk selama-lamanya.


***
Dongeng ini adalah karya asli Damar Wijayanti yang bisa digunakan atau disebarkan dengan mencantumkan nama penulis dan link blog ini. Terima kasih karena telah menghargai karya dan hak cipta penulis.

No comments:

Post a Comment