Gambar: Getty Images
Suatu senja, seorang saudagar berkendara pulang dengan menunggangi keledainya yang berwarna hitam. Keledai ini cukup langka dan khas karena kebanyakan keledai berwarna coklat. Sore itu saudagar pulang dengan hati muram karena barang dagangannya berupa beberapa buah semangka, jatuh dan pecah di jalan sehingga hari itu dia tidak membawa pulang uang sepeser pun. Karena tidak membawa uang sedikitpun, dia memberanikan diri melewati jalan pintas ke desanya, yaitu menembus hutan sepi selama beberapa menit, menyeberang sebuah desa, dan sampailah dia di desa tempat tinggalnya. Biasanya tak ada orang yang berani melewati jalan pintas seorang diri karena daerah itu terkenal sebagai daerah rawan perampokan.
Sang saudagar yang nekat lewat itu awalnya tidak khawatir karena dia merasa tidak ada harta yang dia miliki untuk dirampok, pasti dia akan dibiarkan lewat. Namun, ternyata hal buruk tetap terjadi. Saudagar itu dihadang oleh seorang perampok bersenjata. Perampok itu tidak memakai topeng sehingga saudagar bisa melihat dengan jelas bagaimana wajahnya. Saudagar pun berterus terang bahwa dia sama sekali tidak memiliki uang, namun perampok tidak mau pulang dengan tangan kosong. Akhirnya dia merampas dengan paksa keledai hitam itu dan membawanya pergi, meninggalkan saudagar di tengah hutan. Saudagar itu dengan terpaksa harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.
Malam itu, dia baru sampai di desa yang harus dia seberangi sebelum mencapai desanya. Alangkah kagetnya dia melihat seorang pemuda berwajah persis dengan si perampok tadi berada di kota itu. Dia pun segera melaporkan pemuda itu ke prajurit yang berjaga di desa itu, namun tentu saja si pemuda mengelak bahwa dialah perampok itu. Karenanya, prajurit menyarankan mereka berdua pergi ke pengadilan desa untuk membuktikan siapa yang salah dan siapa yang benar.
Di pengadilan, hakim desa telah menunggu dan bertanya apa masalahnya. Saudagar itu menceritakan bahwa pemuda itu telah mengambil paksa keledai hitam miliknya. Si pemuda yang ternyata adalah anak si hakim, membela diri.
"Ayah tahu sore tadi aku tidak pulang dengan menunggang keledai hitam. Aku justru pulang menuntun satu ekor zebra yang tersesat di hutan." kata pemuda itu membela diri.
"Yang mulia hakim, hamba memohon keadilan. hamba benar-benar ingat wajah perampok itu, benar-benar mirip dengan pemuda ini." kata saudagar tak mau kalah.
"Apakah ada saksi yang melihat perampokan itu?" tanya hakim.
"Sayangnya tidak, tapi saya bisa mengenali keledai saya dengan baik. Warnanya hitam, itu adalah satu-satunya keledai yang berwarna hitam. Jika ada yang menyimpan keledai berwarna hitam, itu pasti milik saya." jawab saudagar.
"Kalau begitu, kita akan minta seluruh warga yang memiliki keledai untuk mengeluarkan keledainya." kata hakim.
Dan malam itu, saudagar, pemuda, hakim, dan prajurit yang bertugas menyusuri sepanjang jalan desa. Di samping kanan dan kiri telah terbaris keledai-keledai milik warga desa dengan berbagai ukuran, namun tidak ada satu pun yang berwarna hitam. Mereka terus meneliti keledai-keledai itu hingga hujan mulai turun. Karena hujan yang sangat deras, akhirnya hakim menawarkan kepada saudagar untuk ikut pulang ke rumahnya untuk berteduh. Saudagar itu setuju. Mereka berlari menuju rumah hakim, di mana ada seekor zebra terikat di halamannya. Zebra yang katanya ditemukan oleh anak sang hakim.
Namun betapa kagetnya si pemuda itu waktu mereka semakin mendekati zebra di depan rumahnya itu. Pemuda itu panik bukan main saat menyadari bahwa cat putih yang ia goreskan di badan keledai hitam hasil rampokannya perlahan-lahan luntur terkena air hujan. Dan begitu mereka semua sampai di depan rumah, seluruh cat putih itu telah luntur, menampakkan sosok asli zebra itu, seekor keledai hitam.
Melihat keledai hitamnya, saudagar itu sangat gembira. Begitu pula keledai hitam itu, dia meringkik mendekati pemilik aslinya meskipun dia masih terikat di tiang rumah hakim. Melihat kenyataan ini, sang hakim malu bukan main kepada si saudagat. Dia juga geram kepada anaknya yang telah berbuat kriminal dan berbohong. Akhirnya dia pun meminta prajurit untuk menangkap dan memenjarakan anaknya sendiri atas perbuatan salahnya itu. Saudagar ditawari menginap semalam sebagai permohonan maaf sang hakim dan boleh melanjutkan perjalanan pulang esok harinya.
***
Dongeng ini adalah karya asli Damar Wijayanti yang bisa digunakan atau disebarkan dengan mencantumkan nama penulis dan link blog ini. Terima kasih karena telah menghargai karya dan hak cipta penulis.
No comments:
Post a Comment